Searching...


.
18 Apr 2014
03.34 0

UWAIS AL-QARNI PENGHUNI LANGIT

Nama ini tidak asing lagi dengan gelaran "tidak di kenali di bumi, tetapi terkenal di langit".

Akan tetapi bagaimana kisah itu bermula? Al-kisahnya, Seorang fuqoha’ negeri Kuffah, ingin memberinya hadiah dua helai pakaian, tapi dikembalikan. Lalu berkata :“Aku khuatir, nanti sebagian orang menuduh aku, dari mana kamu dapatkan pakaian itu, kalau tidak dari dari mencuri”.

Pemuda dari Yaman ini telah lama menjadi yatim, tak punya sanak saudara ecuali hanya ibunya yang telah tua dan lumpuh. Untuk meneruskan kehidupannya sehari-hari, Uwais bekerja sebagai penggembala kambing.

Upah yang diterimanya hanya cukup untuk sekadar makan minum sehariannya bersama Sang ibu. Kesibukannya sebagai penggembala tidak menjejaskan keinginannya untuk merawat ibunya yang lumpuh dan buta.

Dia juga tidak meninggalkan ibadahnya, dia tetap melakukan puasa di siang hari dan bermunajat di malam harinya.

Uwais al-Qarni telah memeluk Islam pada masa negeri Yaman mendengar seruan Nabi Muhammad SAW. Melihatkan jiran tetangga yang berkemampuan untuk ke Madinah menemui nabi, sedikit sebanyak menyedihkan hasrat Uwais.

Kecintaannya kepada Rasulullah menumbuhkan kerinduan yang kuat untuk bertemu dengan sang kekasih, tapi apalah daya ia tak punyai bekal yang cukup untuk ke Madinah, dan yang lebih ia beratkan adalah sang ibu yang jika ia pergi, tak ada yang merawatnya.

Di ceritakan ketika terjadi perang Uhud Rasulullah SAW mendapat cedera dan giginya patah karena dilempari batu oleh musuh-musuhnya. Khabar ini akhirnya terdengar oleh Uwais. Ia segera memukul giginya dengan batu hingga patah. Hal tersebut dilakukan sebagai bukti kecintaannya kepada beliau SAW, sekalipun ia belum pernah melihatnya.Hari berganti dan musim berlalu, dan kerinduan yang tak terbendung membuat hasrat untuk bertemu tak dapat dipendam lagi. Uwais merenungkan diri dan bertanya dalam hati, bila dia dapat menziarahi Nabinya dan memandang wajah beliau dari dekat ?

Tapi, dia mempunyai ibu yang sangat memerlukan perhatiannya. Hatinya selalu gelisah siang dan malam menahan kerinduan untuk berjumpa. Akhirnya, pada suatu hari Uwais mendekati ibunya, mengeluarkan isi hatinya dan memohon izin kepada ibunya agar diperkenankan pergi menziarahi Nabi SAW di Madinah.

Sang ibu, walaupun telah uzur, merasa terharu ketika mendengar permohonan anaknya. Beliau memaklumi perasaan Uwais, dan berkata:“Pergilah wahai anakku ! temuilah Nabi di rumahnya. Dan bila telah berjumpa, segeralah engkau kembali pulang”.Dengan rasa gembira ia berkemas untuk berangkat dan tak lupa menyiapkan keperluan ibunya yang akan ditinggalkan serta berpesan kepada tetangganya agar dapat menemani ibunya selama ia pergi.

Berangkatlah Uwais menuju Madinah yang berjarak kurang lebih empat ratus kilometer dari Yaman. Medan yang begitu ganas dilaluinya, tak peduli penyamun gurun pasir, bukit yang curam, gurun pasir yang luas yang dapat menyesatkan dan begitu panas di siang hari, serta begitu dingin di malam hari, semuanya dilalui demi bertemu dan dapat memandang sepuas-puasnya paras baginda Nabi SAW yang selama ini dirindukannya.

Tibalah Uwais al-Qarni di kota Madinah. Segera ia menuju ke rumah Nabi SAW, diketuknya pintu rumah itu sambil mengucapkan salam. Keluarlah sayyidatina ‘Aisyah r.a., sambil menjawab salam Uwais. Segera saja Uwais menanyakan Nabi yang ingin dijumpainya. Namun ternyata beliau SAW tidak berada di rumah melainkan berada di medan perang.Betapa kecewa hati sang perindu, dari jauh ingin berjumpa tetapi yang dirindukannya tak berada di rumah. Dalam hatinya bergolak perasaan ingin menunggu kedatangan Nabi SAW dari medan perang.

Kecewa dengan itu, dia terus meminta diri untuk segera pulang kerana taatnya dia pada pesan ibunya. Setelah habis perang, Nabi di khabarkan tentang kedatangan Uwais. Lantas, Nabi Muhammad SAW menjelaskan bahwa Uwais al-Qarni adalah anak yang taat kepada ibunya. Ia adalah penghuni langit (sangat terkenal di langit).

Mendengar perkataan baginda Rosulullah SAW, sayyidatina ‘Aisyah r.a. dan para sahabatnya tertegun.

Rosulullah SAW bersabda : “Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia (Uwais al-Qarni), perhatikanlah, ia mempunyai tanda putih di tengah-tengah telapak tangannya.”Sesudah itu beliau SAW, memandang kepada sayyidina Ali k.w. dan sayyidina Umar r.a. dan bersabda : “Suatu ketika, apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah do’a dan istighfarnya, dia adalah penghuni langit dan bukan penghuni bumi”.

Bertahun berlalu, dan tak lama kemudian Nabi SAW wafat, hingga kekhalifahan sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq r.a. telah di gantikan dengan Khalifah Umar r.a. Suatu ketika, khalifah Umar teringat akan sabda Nabi SAW. tentang Uwais al-Qarni, sang penghuni langit.

Beliau segera mengingatkan kepada sayyidina Ali k.w. untuk mencarinya bersama.Sejak itu, setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, beliau berdua selalu menanyakan tentang Uwais al-Qorni, apakah ia turut bersama mereka. Diantara kafilah-kafilah itu ada yang merasa hairan, apakah sebenarnya yang terjadi sampai-sampai ia dicari oleh beliau berdua. Rombongan kafilah dari Yaman menuju Syam silih berganti, membawa barang dagangan mereka.

Suatu ketika, Uwais al-Qorni turut bersama rombongan kafilah menuju kota Madinah. Melihat ada rombongan kafilah yang datang dari Yaman, segera khalifah Umar r.a. dan sayyidina Ali k.w. mendatangi mereka dan menanyakan apakah Uwais turut bersama mereka. Rombongan itu mengatakan bahwa ia ada bersama mereka dan sedang menjaga unta-unta mereka di perbatasan kota. Mendengar jawaban itu, beliau berdua bergegas pergi menemui Uwais al-Qorni.Sesampainya di khemah tempat Uwais berada, Khalifah Umar r.a. dan sayyidina Ali k.w. memberi salam.

Namun rupanya Uwais sedang melaksanakan sholat. Setelah mengakhiri shalatnya, Uwais menjawab salam kedua tamu agung itu.

Sewaktu berjabatan, Khalifah Umar segera membalikkan tangan Uwais, untuk membuktikan kebenaran tanda putih yang berada ditelapak tangan Uwais, sebagaimana pernah disabdakan oleh baginda Nabi SAW. Memang benar ! Dia penghuni langit.Dan ditanya Uwais oleh kedua tamu tersebut, siapakah nama saudara ?“Abdullah”, jawab Uwais.Mendengar jawaban itu, kedua sahabatpun tertawa dan mengatakan : “Kami juga Abdullah, yakni hamba Allah. Tapi siapakah namamu yang sebenarnya ?”Uwais kemudian berkata: “Nama saya Uwais al-Qorni”.

Dalam pembicaraan mereka, diketahuilah bahwa ibu Uwais telah meninggal dunia. Itulah sebabnya, ia baru dapat turut bersama rombongan kafilah dagang saat itu. Akhirnya, Khalifah Umar dan Ali k.w. memohon agar Uwais berkenan mendo’akan untuk mereka. Uwais enggan dan dia berkata kepada khalifah:“Sayalah yang harus meminta do’a kepada kalian”.Mendengar perkataan Uwais, Khalifah berkata:“Kami datang ke sini untuk mohon do’a dan istighfar dari anda”.Karena desakan kedua sahabat ini, Uwais al-Qorni akhirnya mengangkat kedua tangannya, berdo’a dan membacakan istighfar. Setelah itu Khalifah Umar r.a. berjanji untuk menyumbangkan wang negara dari Baitul Mal kepada Uwais, untuk jaminan hidupnya.Segera saja Uwais menolak dengan halus dengan berkata : “Hamba mohon supaya hari ini saja hamba diketahui orang. Untuk hari-hari selanjutnya, biarlah hamba yang fakir ini tidak diketahui orang "

Setelah pasti pemuda itu adalah Uwais Al-Qarni sebagaimana sabda nabi, maka saidina Umar pun menyerahkan jubah nabi padanya sebagaimana wasiat. Umar pun memberi jubah Rasulullah kepada uwais. Selepas itu, uwais menangis dan memeluk jubah Rasulullah seerat mungkin.

Selepas beberapa tahun, uwais pun meninggal dunia. Pada waktu dia meninggal dunia, kelihatan ramai orang berpusu-pusu datang untuk menguruskan mayatnya sehingga para sahabat tidak sempat untuk menguruskan mayat uwais. Bahkan jiran-jirannya merasa pelik kerana uwais bukanlah seorang yang terkenal. Sebaik mayat uwais dikebumikan, para sahabat pun mula bergerak pulang tetapi teringat bahawa kubur uwais belum diletakkan tanda dan sahabat pun berpatah balik… tetapi..

Sebaik tiba di tempat pengebumian uwais, tidak kelihatan seperti adanya kubur di situ. Barulah sahabat faham, yang menguruskan mayat uwais adalah penduduk langit dan uwais mengekalkan fitrahnya yang tidak mahu dikenali oleh manusia biarpun dunia sudah ditinggalkan.

Moral kisah ini adalah, taatlah pada ibu bapa selagi mereka masih ada. Walau sesibuk mana ibadat atau suatu pekerjaan, ibu bapa harus di utamakan. Di samping itu, mekarkan kerinduan pada Nabi Muhammad s.a.w lepaskan dengan shalawat. Biasakan ia pagi dan petang. Moga kisah ini jadi pedoman dan inspirasi

0 komentar: